Suara Merdeka 11 April 2003- Semalam di Pendapa Kabupaten dilangsungkan syukuran memperingati Hari Jadi Ke-454 Kota Jepara. Kota Ukir tersebut tak bisa dilepaskan dari kisah perempuan penguasa Ratu Kalinyamat. Karena itu, tak berlebihan bila Rabu lalu dilakukan pergantian luwur (kain tirai makam) makam Ratu Kalinyamat dan suaminya, Sultan Hadlirin, di kompleks Makam Mantingan, Kecamatan Tahunan oleh Bupati Drs H Hendro Martojo MM.
Penggantian luwur diawali dengan diserahkannya luwur yang baru dari Camat Tahunan Drs Dwi Riyanto kepada bupati. Kemudian rombongan menempuh perjalanan dari Pendapa Kabupaten ke Makam Mantingan sejauh sekitar 4 km dengan naik dokar. Termasuk Ratu Kalinyamat yang diperankan Nanda, siswa kelas 1 SMU 2 Jepara dan Sultan Hadlirin (Yuda Setyawan, Satpol PP).
Hari Jadi Jepara diambil dari momentum penobatan Retno Kencono, suami Sultan Hadlirin, yang kemudian berjuluk Ratu Kalinyamat pada tanggal 12 Rabiul Awal dengan Surya Sengkala Trus Karya Tataning Bumi. Setelah dikonversi dalam penanggalan Masehi, menjadi 10 April 1549.
Berkat kepemimpinan Ratu Kalinyamat, dalam waktu singkat Jepara berkembang bukan saja sebagai Kota Bandar terbesar di pesisir utara Jawa, tetapi juga memiliki armada perang yang kuat. Penulis berkebangsaan Portugis, Diego De Conto, menggambarkan Ratu Kalinyamat sebagai Rainha de Jepara Senhora Pederosa e Rica, yakni Ratu Jepara, seorang wanita yang sangat berkuasa.
''Semangat seperti inilah yang mesti terus kita gali dan kembangkan sesuai dengan konteks zaman yang berjalan,'' kata Hendro Martojo.
Ia mengingatkan, peringatan hari jadi agar dijadikan sarana untuk mengevaluasi dan introspeksi perjalanan warga masyarakat Jepara selama ini. ''Mari, momentum hari jadi kita gunakan sebagai sarana untuk menggali lebih dalam lagi ruh semangat dan patriotisme yang telah ditunjukkan Nyai Ratu Kalinyamat,'' ajaknya. (yit-74)